Baru-baru ini saya mendapatkan notifikasi di Linkedin – ‘Congratulate Miss X for starting new positions’. Sedikit tak percaya saya dengan notifikasi tersebut, bukankah Miss X baru saja pindah ke perusahaan barunya sekitar setahun yang lalu ? Masa iya dia pindah lagi ?Jadilah iseng penasaran saya kepo-in profile ybs untuk melihat kemana lagi dia ‘hinggap’ kali ini. Ternyata jabatannya mentereng – terdengar sama dengan jabatan seorang senior manager yang sudah bekerja puluhan tahun di kantor saya yang terbilang masih merupakan perusahaan yang cukup konvensional kalau dalam soal titel per titel-an.
Sementara itu, profil Miss X adalah seorang muda di usia pertengahan 20-an dengan masa kerja sekitar 6 tahun, namun yang cukup fantastis adalah ini mungkin perusahaan ke-6 dari sejak dia lulus kuliah. Tak bisa dipungkiri Miss X adalah seorang high potential talent. Dari jaman saya ‘menemukan’ dia saat dia masih di bangku kuliah, hidung HR saya sudah menebak bahwa dia akan menjadi salah seorang yang akan sukses. Profilnya seorang pekerja keras, pintar, ambisius, sering menang kompetisi menulis, dan beberapa kali mendapatkan kesempatan pergi keluar negeri karena prestasinya. Saya yakin bahwa dengan potensi seperti itu, dia sanggup menaklukkan dunia sesuai dengan apapun jalan yang akan dipilihnya.
Di pekerjaan saya sebagai seorang HR yang banyak bertemu dengan anak muda, fenomena ini semakin banyak saya dengar dari orang-orang disekitar saya. Profil seorang mid 20’s yang sudah berpindah kerja lebih sering daripada saya beli tas baru, rata-rata setiap 1-1.5 tahun sekali dan sudah pindah kerja minimal 3-4 kali dalam kehidupan profesionalnya yang baru berumur kurang dari 5 tahun. Tidak heran gaji mereka juga sudah fantastis (banyak yang sudah menyentuh angka 30an). Apalagi dengan fenomena booming startup dimana jika mereka memiliki skills yang relevan, akan selalu ada langit diatas langit untuk skala gaji yang ditawarkan.
Saya menyebutnya fenomena ‘Inflatable Talents’. Kenapa inflatable ? Karena talent-talent ini adalah talent yang menjadi mahal karena dibeli perusahaan selanjutnya yang naksir mereka. Setiap ada tawaran menarik dengan gaji yang lebih besar, dengan mudah mereka tergoda dengan alasan bosan, butuh tantangan baru, atau mencari eksplorasi di tempat baru.
Dunia memang tidak fair – di jaman sekarang, seringkali talent yang sering pindah-pindah perusahaan memang lebih dihargai lebih tinggi daripada talent yang setia di satu perusahaan. Namun, jika memang uang itu adalah segalanya, kenapa saya seringkali juga bertemu dengan banyak talent yang diam-diam mengeluh dan berharap ingin kembali ke tempat kerja lama mereka dan rela menerima gaji yang lebih rendah?
Terus kenapa ? Apakah salah menjadi bagian dari Fenomena Inflatable Talents ?. Tidak juga, karena menurut saya – hidup itu adalah pilihan – tingkat kedewasaan seseorang itu ditentukan saat dia mengambil keputusan dengan mempertimbangkan semua konsekuensi dari pilihan hidup yang dia sudah perbuat.
Konsekuensi pribadi bagi seorang Inflated Talents adalah dia harus memiliki akar (baca : skills) yang memang kuat dan mumpuni di bidangnya. Tidak cuma itu, tapi dia harus selalu meng-upgrade dirinya sendiri sehingga nilainya sama dengan gaji fantastis yang diberikan oleh perusahaan. Jangan sampai tong kosong nyaring bunyinya – karena sepandai-pandainya tupai melompat pasti dia akan jatuh juga jika memang tidak ada isinya. Dan suatu saat, jangan heran jika tidak ada perusahaan lagi yang mampu (dan mau) mempekerjakan talent tersebut karena reputasi kosongnya juga lambat laun akan dikenal. Percayalah .. dunia kerja di Indonesia ini sangat sempit sehingga reputasi adalah suatu kredibilitas yang harus dijaga dengan baik jika ingin berkarya secara berkelanjutan (bukan hit and run).
Konsekuensi yang tidak kalah penting untuk seorang inflated talents adalah – untuk memikirkan what’s next ?. Masih berumur mid 20s berarti mereka masih memiliki sekitar 40 tahun lagi masa untuk berkarya sampai usia pensiun. Mereka baru menjalani 1/3 dari lamanya waktu kehidupan profesional yang harus mereka jalani. Karena akan ada satu titik cepat atau lambat dimana gaji dan title akan mentok. Lalu kepuasan apalagi yang hendak dicari ? Kebanyakan kemudian beralih dengan menjadi entrepreneur. Sah-sah saja selama (sekali lagi) skills yang dimiliki memang skills yang mumpuni dan diasah (dalam waktu singkat perjalanan karir profesionalnya) untuk menjadi seorang entrepreneur. Jika tidak – bisa dipastikan talent tersebut akan merasa mentok dan melakukan hal yang justru melenceng jauh dari akar pekerjaan yang sudah dia jalani.
Sementara itu, bagaimana dengan nasib perusahaan yang mempekerjakan para inflatable talents itu tadi? Well, pada akhirnya bisnis adalah bisnis yang mengharapkan ROI dari investasinya. Jika memang dirasa apa yang dibayar tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, jangan harap pekerjaan anda akan ada dalam waktu lama. Kasihan saja HR nya yang harus bergerak dalam lingkaran setan rekrutmen. Tapi itu adalah konsekuensi yang harus diambil jika memang itu adalah talent strategy yang diterapkan. Karena dari itu, kembali lagi diperlukan peran penting perusahaan untuk merekrut orang yang benar dan membuat karyawan betah sehingga tidak mudah tergiur oleh gaji yang diiming-imingi perusahaan lain.
Jadi bagaimana kesimpulannya ? pada akhirnya – sekali lagi, tidak ada yang salah ataupun benar. Konteks dunia juga sudah sangat jauh berubah. Semuanya akan kembali kepada pilihan pribadi kita dalam menentukan arah kehidupan jangka pendek dan jangka panjang. Yang paling penting adalah bagi setiap orang untuk mengerti konsekuensi dari pilihan masing-masing. Karena sangatlah mudah untuk menentukan pilihan, namun yang susah adalah bagaimana untuk bertahan pada pilihan tersebut.
Published on February 7, 2018 https://www.linkedin.com/pulse/fenomena-inflatable-talents-apakah-anda-salah-satunya-irma-erinda/
Comments