top of page

Change Starts with Me : Melawan Ketakutan Dengan Perkataan



Seberapa sering kita mengucapkan (dan mendengar) kata ‘takutnya’ diucapkan dalam keseharian pembicaraan kita? tanpa disadari kita juga merupakan salah satu pelakunya. Tapi pernahkah kita berpikir apakah konsekuensi dari kosakata ‘takutnya’ yang kita pergunakan sehari-hari? Dunia akan dipenuhi dengan ketakutan untuk mengambil kesempatan (karena takut gagal), ketakutan untuk berbicara (karena takut salah kata ataupun menyakiti perasaan orang lain), ketakutan untuk berjuang melawan sesuatu yang salah (karena takut diomongin orang lain). Dan itu akan menjadikan dunia ini seperti apa?

Salah satu quote andalan saya dalam hal ini adalah ‘When you think you can, you can - when you think you can’t, you’re right’. Karena begitulah kenyataan yang seringkali ada di sekitar kita. Saat kita berpikir membebaskan (infinite believe) bahwa kita bisa melakukan sesuatu maka niscaya hal itulah yang akan terjadi. Great things always come from great dreams.

Pikiran akan menghasilkan perbuatan, perbuatan akan menghasilkan kebiasaan, dan kebiasaan akan menghasilkan nasib. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau kita hidup dalam ketakutan? Sering kadang kalau melihat berita di TV saya membatin, berapa banyak ketakutan yang dihasilkan dari hanya mendengarkan headline berita-berita tsb. ‘Anak diculik saat ibu sedang berbelanja di Indomaret’, ‘Kena Gendam di Pasar ATM habis’ dan karena kebiasaan kita yang seringkali letterleg (a.k.a mengambil sisi extreme) maka yang dihasilkan adalah esok hari anak kita akan dilarang ke Indomaret hanya berdua sama suster/pembantu. Atau bawaannya jadi was-was setiap kali ke pasar karena (sekali lagi) takut dihipnotis. Bad news is always a good news for media, itu adalah satu kenyataan. Baru-baru ini saya membaca satu artikel bahwa ternyata ada satu teknik propaganda yang judulnya 'Firehose of Falsehood' yang memang tujuannya adalah membangun ketakutan dan pada akhirnya membuat kita sendiri merasa tidak berdaya karena apa-apa takut.


Bagaimana melawannya? Setiap manusia dikaruniai kemampuan untuk berpikir kritis sehingga tidak semua kita telan mentah-mentah. Ketakutan harus dilawan. Hanya dengan keberanian maka kita akan berkembang menjadi lebih baik. Baik dari sisi personal ataupun di konteks pekerjaan.

Jadi gimana dong kalau memang sudah menjadi kebiasaan? Kebiasaan itu bisa diubah, dan diubahnya hanya dari kita sendiri dengan menyadarinya. Banyak psikolog yang menyarankan bahwa dalam membesarkan anak kita lebih baik dengan menghindari kata ‘jangan’ dan menyarankan untuk dibalut dengan anti tesisnya? karena pada prinsipnya, self limiting belief dimulai dari kata takutnya/jangan. Saya membiasakan diri berkata kepada anak saya ‘Nak, kalau mau main gawai jauhan sedikit, please’ dibandingkan menggunakan kata ‘Jangan dekat-dekat’ and it works like a charm. Anak happy ibu happy karena dapat resultnya. Terus.. kalau kata takutnya gimana dong? coba pergunakan kata ‘Ada kemungkinan’ dalam mengganti kata ‘takutnya’.

Karena dalam melakukan satu eksperimen, selain ada kemungkinan gagal, ada kemungkinan berhasil juga kahn? sehingga yang tercipta adalah kondisi yang membuat orang merasa ‘safe’ untuk eksperimen, mengutarakan pendapat, berani salah, dan pada akhirnya - melepaskan potensi yang ada di setiap orang untuk membuat negara kita lebih baik lagi. Solutions sounds too simple ? maybe.. but at least, change starts with me and I've done my part to ensure that the world will be sprinkled with more courage.


9 views0 comments

Recent Posts

See All
Post: Blog2_Post
bottom of page